Pada dasarnya kata
Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa
Melayu yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya
berasal dari kata "Batavia," yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan
oleh Belanda.
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang
Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana yang
berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang
Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an.
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain Jiwa sosial
mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih
dan cenderung tendensius. Orang betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama
yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama islam), kepada
anak-anaknya. Masyarakat betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat
dengan hubungan yang baik antara masyarakat betawi dan pendatang dari luar
Jakarta.
Adat betawi sedemikian mengatur bagaimana proses pernikahan. Dimulai
sejak proses pria dan wanita mencetuskan keinginan untuk berketurunan, hingga
proses hubungan seks suami dan istri. Kemudian pada tahap ‘berume-rume’
(berumahtangga) dikenal istilah ‘ngedelengin’, yaitu upaya menemukan kesamaan
visi dan misi antara lelaki dan perempuan dalam rangka membina rumah tangga.
Orang Betawi sebagian besar
menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan
Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang
beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran
antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal
abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang
membolehkan Portugis membangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar