Munculnya Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru tahun 1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun
meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam
maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya.
Mundurnya
Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi”. Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.
Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era
Pasca Orde Baru”.
Dalam kurun
waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Undang-Undang
Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat
dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1.
Negara Indonesia adalah negara
Hukum.
Tercantum di
dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak
asasi mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman
yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat.
(Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2
ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1
UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
2. Sistem
Konstitusional
Sistem
Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945)
berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan
wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas
kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi
penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun
adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap
lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada
yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar
semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan
dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi
“Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini
berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar
undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh
lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya
dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh
MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial,
BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan
rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan
Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.
Pada era
reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak
dua kali, yaitu :
Ø Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
a)
UUD 1945
b)
TAP MPR
c)
UU
d)
PERPU
e)
PP
f)
Keputusan Presiden
g)
Peraturan Daerah
Ø Menurut UU No. 10 Tahun 2004:
a)
UUD 1945
b)
UU/PERPU
c)
Peraturan Pemerintah
d)
Peraturan Presiden
e)
Peraturan Daerah
3.
Sistem Pemerintahan
Sistem ini
tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem
presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan
tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden
hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan
melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk
memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran
hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang
Dasar.
4.
Kekuasaan negara tertinggi di
tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan
Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas
sebagai berikut :
§ Mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
§ Melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
§ Dapat memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
5.
Presiden ialah penyelenggara
pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Masih relevan
dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden adalah
kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden
dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ.
Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima
tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan
wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
6.
Presiden tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan
memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari
Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka
ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan.
Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem
presidensial.
7.
Menteri negara ialah pembantu
Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan,
pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).
8.
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas.
Presiden
sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang
memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga
DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat,
juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak
imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
9.
Sistem Kepartaian
Sistem
kepartaian menggunakan sistem multipartai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar