Manusia dan Tanggung Jawab
A. PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab menurut
kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia
adalah berkewajiban menanggung,memikul jawab, menanggung segala sesuatunya,
atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya
yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tangung jawab juga
berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia
merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya
itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain
memerlukan pengabdian atau pengorbanannya.Untuk memperoleh atau
meningkatkan kesadaran bertanggung jawab
perlu ditempuh usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. MACAM-MACAM
TANGGUNG JAWAB
1.
Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian
sebagai manusia pribadi. Dengan
demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan
mengenai dirinya sendiri Menurut
sifat dasamya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga
seorang pribadi. Karena merupakan
seorang pribadi maka
manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri angan-angan sendiri.
Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan
bertindak. Dalam hal ini manusia
tidak luput dari kesalahan,
kekeliruan,baik yang disengaja
maupun tidak.
2. Tanggung
jawab terhadap keluarga
Keluarga
merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri. ayah-ibu
dan anak-anak. dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota
keluarga wajib bertanggung
jawab kepada keluarganya. Tanggung
jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan,
keselamatan. pendidikan, dan kehidupan.
3. Tanggung jawab terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya
manusia tidak bisa hidup tanpa
bantuan manusia lain. sesuai dengan kedudukannya sebagai
mahluk sosial. Karena
membutuhkan manusia lain
maka ia hams berkomunikasi dengan
manusia lain tersebut.
Sehingga dengan demikian
manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut Wajarlah apabila
segala tingkah laku dan perbuatannya
harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
4. Tanggung
jawab kepada Bangsa / Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam
berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma
atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat
semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.
5. Tanggung
jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa
tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab Iangsnng
ternadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari
hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan
dalam berbagai kitab sud melalui berbagai macam agama Pelanggaran dari
hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan
peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan
melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung
jawab yang seharusnya dilakukan manusia
ternadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya,
manusia perlu pengorbanan.
C. PENGABDIAN
DAN PENGORBANAN
Wujud tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan adalah perbuatan
baik untuk kepentingan manusia itu
sendiri.
1. Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran,
pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan
kesetiaan, cinta, kasih sayang,
hormat, atau satu ikatan dan semua itu
dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian itu pada hakekatnya adalah rasa
tanggung jawab. Apabila orang
bekerja keras sehari penuh
untuk mencukupi kebutuhan. hal itu berarti mengabdi
kepada keluarga.
2. Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang
berarti persembahan, sehingga
pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang
bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung
pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas
semata-mata.
Pengorbanan dalam arti pemberian sebagai tanda kebaktian
tanpa pamrih dapat dirasakan bila kita membaca atau mendengarkan kotbah agama. Dari kisah para tokoh agama
atau nabi, manusia memperoleh tauladan,
bagaimana scmestinya wajib berkorban. Berikut ini diberikan dua buah penggambaran.
Pangeran Sidharta Gautama dari Kapilawastu diharapkan oleh
ayahnya untuk kemudian menggantikan kedudukannya sebagai raja. Tetapi, Pangeran
tersebut lebih tetarik pada kehidupan pertapa untuk memperoleh penerangan agung
bagaimana caranya manusia dapat membebaskan
dirinya dari sengsara (samsara) melalui pelepasan (mokhsa) dan mencapai kehidupan
abadi di sorga (nirvana). Ia mengorbankan kehidupannya yang mewah duniawi dalam
istana, ia mengorbankan kepentingan keluarganya, karena memandang bahwa kepentingan
umat manusia yang bodoh (avidhya) perlu didahulukan. Usahanya berhasil
memperoleh penerangan agung di tcmpat
pertapaan Bodh Gaya, yang kemudian disiarkan kepada umat manusia. Ia rela
mengorbankan duniawinya, keluarganya.
demi kepentingan umat manusia yang
derajatnya lebih tinggi. Ia menjadi seorang Budha yang akhimya tidak dilahirkan
kembali dan menjadi pendiri agama Budha.
Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk
mengorbankan putra tunggalnya Ismail.
Walaupun ia sangat sayang pada putranya
tersebut, perintah Allah untuk mengorbankan
tetap dipatuhinya. Allah menguji kesetiaan dan besamya pengorbanan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim tidak sampai hati
melihat pisaunya dipotongkan ke leher
putranya, tetapi ia sudah bertekad setia menjalankan perintahNya. Kemudian
terbukti. bahwa putra yang mau dikorbankan kepada Allah sudah berganti dengan
biri-biri. Pengorbanan yang dilakukan
oleh Nabi Ibrahim kepada Allah lebih tinggi kadamya daripada pengorbanan oleh
nabi ibrahim sekarang yang ditiru oleh oleh umat Islam yang menjalankan ibadah
haji di Tanah Suci maupun umat Islam di wilayah lain dengan mengorbanan temak
untuk keperluan fakir miskin pada hari raya Idul Qurban.
Perbedaan antara pengertian pcngabdian dan pengorbanan tidak
begitu jelas. Karena adanya pengabdian
tentu ada pengorbanan. Antara
sesama kawan, sulit dikatakan pengabdian, karena kata pengabdian mengandung
arti lebih rendah tingkatannya. Tetapi
untuk kala pengorbanan dapat juga diterapkan kepada sesama teman.
Pengorbanan
merupakan akibat dan pengabdian.
Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran,
perasaan, bahkan dapat juga
berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan
secara ikhlas tanpa pamrih,
tanpa ada perjanjian, tanpa
ada transaksi, kapan saja diperlukan.
Pengabdian lebih
banyak menunjuk kepada
perbuatan sedangkan, pengorbanan
lebih banyak menunjuk kepada
pemberian sesuatu misalnya berupa
pikiran, perasaan, tenaga, biaya, waktu.
Dalam pengabdian selalu
dituntut pengorbanan,tetapi pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian.
Kesediaan seorang
guru sekolah dasar ditempatkan di
pelosok terpencil daerah transmigrasi, adalah pengabdian yang juga
menuntut pengorbanan. Dikatakan pengabdian karena ia mengajar disitu tanpa
menerima gaji dari pemerintah, tanpa diurus
oleh pihak berwenang usul
pengangkatannya, ia hanya bertanggung
jawab untuk kemajuan dan kecerdasan masyarakat
/ bangsanya. Ia hanya menerima penghargaan
dan belas kasihan dari masyarakat setempat. Pengorbanan
yang ia berikan berupa
tenaga, pikiran,waktu untuk kepentingan anak didiknya.
Dalam novel berjudul
“Siti Nurbaya” karya
Marah Rusli, betapa
besar pengorbanan gadis Siti
Nurbaya sebagai pengabdiannya kepada
orang tua. Orang tua Siti
Nurbaya tidak mampu membayarhutang kepada Datuk Maringgih. Sebagai tebusannya,
Siti Nurbaya dibujuk agar bersedia kawin
dengan Datuk Maringgih, si tua bangka, walaupun
sebenamya ia sudah mengikat
janji dengan pemuda pujaannya
bemama Syamsul Bahri. Demi
pengabdian kepada bapaknya , Siti Nurbaya bersedia memutuskan hubungannya
dengan Syamsul Bahri dan mau dikawinkan dengan
Datuk Maringgih, walaupun
dcngan perasaan yang
sangat berat.
Contoh Artikel Manusia dan Tanggung Jawab
Tanggung Jawab Dalam Islam
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa khalifah
rasyidin ke V Umar bin Abdil Aziz dalam suatu shalat tahajjudnya membaca ayat
22-24 dari surat ashshoffat yang artinya : (Kepada para malaikat diperintahkan) “Kumpulkanlah orang-orang
yang dzalim beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan yangselalu mereka
sembah, selain Allah: maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan
tahanlah mereka di tempat perhentian karena mereka sesungguhnya mereka akan
ditanya (dimintai pertanggungjawaban ).”
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi
besarnya tanggungjawab seorang pemimpin di akhirat bila telab melakukan
kedzaliman. Dalam riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya
tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang
terkenal : “Seandainya
seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai
pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya
?”Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus
sholih tentang tanggungjawab pemimpin di hadapan Allah kelak.
Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am yang Artinya: “Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am yang Artinya: “Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Dalam surat Al Mudatstsir ayat 38 yang artinya: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa
yang telah diperbuatnya”
Akan tetapi perbuatan individu itu merupakan suatu gerakan yang dilakukan seorang pada waktu, tempat dan kondisi-kondisi tertentu yang mungkin bisa meninggalkan bekas atau pengaruh pada orang lain. Oleh sebab itu apakah tanggung jawab seseorang terbatas pada amalannya saja ataukah bisa melewati batas waktu yang tak terbatas bila akibat dan pengaruh amalannya itu masih terus berlangsung mungkin sampai setelah dia meninggal ?
Seorang yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan perbuatan baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi.
Akan tetapi perbuatan individu itu merupakan suatu gerakan yang dilakukan seorang pada waktu, tempat dan kondisi-kondisi tertentu yang mungkin bisa meninggalkan bekas atau pengaruh pada orang lain. Oleh sebab itu apakah tanggung jawab seseorang terbatas pada amalannya saja ataukah bisa melewati batas waktu yang tak terbatas bila akibat dan pengaruh amalannya itu masih terus berlangsung mungkin sampai setelah dia meninggal ?
Seorang yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan perbuatan baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi.
Mengapa demikian ? Boleh jadi perbuatan baik atau jahat itu
mula-mula amat kecil ketika dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya
terus berlangsung lama, bisa jadi akan amat besar pahala atau dosanya.
Allah SWT menyatakan dalam QS Yaasiin yang artinya: “Kami menuliskan apa-apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” (Yaasiin 12).
Ayat ini menegaskan bahwa tanggangjawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam Surat An nahl 25
Artinya: “(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan. Ingatlah amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” Di sini kita merenung sejenak seraya bertanya: “apabila yang memerintah kejahatan atau kedurhakaan itu seorang pemimpin yang memilik kekuasaan penuh, apakah dia saja yang akan menanggung dosanya dan dosa rakyatnya karrena mereka dipaksa ? Ataukah rakyat juga harus menaggung dosanya walau ia lakukan di bawah ancaman paksaan tersebut ?” Menurut hemat saya, seorang penguasa dianggap tidak memaksa selama raksyat masih bisa memiliki kehendak yang aada dalam dirinya. Perintah seorang pimpinan secara lisan maupun tulisan tidak berarti melepaskan seorang bawahan dari tanggungjawab atas semua perbuatannya. Alquran mencela orang-orang yang melakukan dosa dengan alasan pimpinannya menyuruh berbuat dosa. Allah menyatakan sbb. : “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: “alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat pula kepada Rasul” Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami , lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar”. (Al ahzab 66-67).
Allah membantah mereka dengan tegas: “Harapanmu itu sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya dirimu sendiri . Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu.” (Az Zukhruf 39).
Dari sini jelaslah bahwa pemimpin yang dzalim tidak akan bisa memaksa hati seseorang kendati mampu memaksa yang lahiriyahnya. Oleh sebab itu rakyat atau bawahanpun harus bertanggung jawab terhadap akidahnya dan perbuatannya kendati di sana ada perintah dan larangan pimpinan.
Berbeda dengan hukum paksaan yang menimpa orang-orang lemah yang ditindas penguasa yang mengancam akan membunuhnya dan memang bisa dilaksanakan. Hal ini pernah terjadi pada masa awal Islam di Makkah dimana orang yang masuk Islam di paksa harus murtad seperti Bilal bin Rabbah, keluarga Yasir dst. Mereka dipaksa menyatakan kekufuran. (lihat An Nahl 106 dan An Nisa’ 97-99). Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah sbb.; “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim 6) Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya..” (Al Hadit). Tanggungjawab vertikal ini bertingkat-tingkat tergantung levelnya. Kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala negara, semuanya itu akan dimnitai pertanggungjawabannya sesuai dengan ruang lingkup yang dipimpinnya. Seroang mukmin yang cerdas tidak akan menerima kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan mempeprbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi tanggungannya. Para salafus sholih banyak yang menolak jabatan sekiranya ia khawatir tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Allah SWT menyatakan dalam QS Yaasiin yang artinya: “Kami menuliskan apa-apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” (Yaasiin 12).
Ayat ini menegaskan bahwa tanggangjawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam Surat An nahl 25
Artinya: “(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan. Ingatlah amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” Di sini kita merenung sejenak seraya bertanya: “apabila yang memerintah kejahatan atau kedurhakaan itu seorang pemimpin yang memilik kekuasaan penuh, apakah dia saja yang akan menanggung dosanya dan dosa rakyatnya karrena mereka dipaksa ? Ataukah rakyat juga harus menaggung dosanya walau ia lakukan di bawah ancaman paksaan tersebut ?” Menurut hemat saya, seorang penguasa dianggap tidak memaksa selama raksyat masih bisa memiliki kehendak yang aada dalam dirinya. Perintah seorang pimpinan secara lisan maupun tulisan tidak berarti melepaskan seorang bawahan dari tanggungjawab atas semua perbuatannya. Alquran mencela orang-orang yang melakukan dosa dengan alasan pimpinannya menyuruh berbuat dosa. Allah menyatakan sbb. : “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: “alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat pula kepada Rasul” Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami , lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar”. (Al ahzab 66-67).
Allah membantah mereka dengan tegas: “Harapanmu itu sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya dirimu sendiri . Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu.” (Az Zukhruf 39).
Dari sini jelaslah bahwa pemimpin yang dzalim tidak akan bisa memaksa hati seseorang kendati mampu memaksa yang lahiriyahnya. Oleh sebab itu rakyat atau bawahanpun harus bertanggung jawab terhadap akidahnya dan perbuatannya kendati di sana ada perintah dan larangan pimpinan.
Berbeda dengan hukum paksaan yang menimpa orang-orang lemah yang ditindas penguasa yang mengancam akan membunuhnya dan memang bisa dilaksanakan. Hal ini pernah terjadi pada masa awal Islam di Makkah dimana orang yang masuk Islam di paksa harus murtad seperti Bilal bin Rabbah, keluarga Yasir dst. Mereka dipaksa menyatakan kekufuran. (lihat An Nahl 106 dan An Nisa’ 97-99). Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah sbb.; “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim 6) Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya..” (Al Hadit). Tanggungjawab vertikal ini bertingkat-tingkat tergantung levelnya. Kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala negara, semuanya itu akan dimnitai pertanggungjawabannya sesuai dengan ruang lingkup yang dipimpinnya. Seroang mukmin yang cerdas tidak akan menerima kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan mempeprbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi tanggungannya. Para salafus sholih banyak yang menolak jabatan sekiranya ia khawatir tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pemimpin dalam level apapun akan dimintai
pertanggungjawabannya dihadapan Allah atas semua perbuatannya disamping seluruh
apa yang terjadi pada rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruknya prilaku dan
keadaan rakyat tergantung kepada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan
dimintai pertanggungjawabannya ketika memilihseorang pemimpin. Bila mereka
memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta akseptabilitas
sehingga kelak pemimpin itu akan membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan rakyat
juga dibebani pertanggungjawaban itu.
Seorang penguasa tidak akan terlepas dari beban berat tersebut
kecuali bila selalu melakukan kontrol, mereformasi yang rusak pada rakyatnya ,
menyingkirkan orang-orang yang tidak amanah dan menggantinya dengan orang yang
sholeh. Perrtolongan allah tergantung niat sesuai dengan firman Allah Artinya :
“Barangsiapa yang beriman kepada
Allah akan ditunjuki hatinya danAllah Maha Mengetahui ats segala sesuatu.”
(At Taghobun 11)
Daftar Pustaka
https://sanusiadam79.wordpress.com/2013/05/01/manusia-dan-tanggung-jawab/
https://dimasfarizramadhan.wordpress.com/2015/01/10/contoh-artikel-manusia-dan-tanggung-jawab/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar